Pungutan SAF ala Singapura Belum Tepat Diterapkan di Indonesia

Pungutan SAF ala Singapura Belum Tepat Diterapkan di Indonesia

Jakarta, 16 November 2025 — Singapura resmi menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan pungutan pajak bahan bakar hijau atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) bagi penumpang pesawat yang berangkat dari negaranya. Namun, kebijakan serupa dinilai belum tepat jika diadopsi Indonesia dalam waktu dekat.

Pengamat penerbangan Alvin Lie menilai karakteristik pasar penerbangan Indonesia sangat berbeda dengan Singapura, terutama terkait sensitivitas harga tiket. Ia menjelaskan bahwa harga SAF saat ini masih jauh lebih mahal dibanding avtur konvensional.

“Harga SAF saat ini masih berkisar 300 sampai 400 persen dari avtur konvensional. Kewajiban penggunaan SAF akan berakibat naiknya harga tiket secara signifikan seperti di Singapura. Padahal penumpang kita sangat sensitif terhadap harga,” ujar Alvin kepada kumparan, Minggu (16/11).

TBA Belum Naik Sejak 2019

Alvin menyoroti faktor lain yang membuat pungutan SAF ala Singapura belum cocok diterapkan di Indonesia, yakni keberadaan Tarif Batas Atas (TBA) tiket pesawat yang belum direvisi pemerintah sejak 2019.

Ia menyebut komponen biaya operasi maskapai sudah naik signifikan dalam beberapa tahun terakhir, namun TBA tidak ikut disesuaikan dengan kondisi aktual.

“Pada 2019 ketika TBA ditetapkan nilai tukar Rp12.500 per USD. Sekarang Rp16.700. Saat itu harga avtur Rp9.500. Pada November 2025 mencapai Rp13.111 per liter. Apakah daya beli konsumen kita akan mampu menerima kenaikan tersebut jika Indonesia pakai cara Singapura?” ungkapnya.

Menurut Alvin, selama TBA masih “usang” dan tidak menyesuaikan beban operasional maskapai, kebijakan pungutan SAF justru berisiko menekan pasar penerbangan domestik karena kenaikan harga tiket tidak dapat dihindari.

Perlu Edukasi Konsumen Sebelum Kebijakan Diterapkan

Alvin menilai kebijakan SAF baru dapat diterapkan apabila pemerintah telah menyesuaikan TBA dan memberikan edukasi memadai kepada masyarakat terkait pentingnya penggunaan bahan bakar ramah lingkungan.

“Pemerintah perlu edukasi konsumen tentang mengapa perlu beralih ke SAF dan apa konsekuensinya. Ketika konsumen kita sudah siap, baru jalankan kebijakan tersebut. Jika tidak, pasar penerbangan kita — terutama domestik — akan menyusut,” tegasnya.

Ia menambahkan, edukasi tersebut dapat dilakukan melalui kampanye mengenai dampak perubahan iklim, gas rumah kaca, serta komitmen Indonesia mencapai Net Zero Emission pada 2060.

Rincian Pungutan SAF di Singapura

Kebijakan pungutan SAF di Singapura berlaku untuk tiket yang dijual mulai 1 April 2025 dan untuk penerbangan yang berangkat mulai 1 Oktober 2025. Selain penumpang, penerbangan kargo juga dikenakan biaya tambahan berdasarkan beban barang per kilogram. Namun, penumpang transit tidak akan dikenakan pungutan SAF.

Berdasarkan keterangan Civil Aviation Authority of Singapore (CAAS), pajak tambahan SAF yang dikenakan pada penumpang kelas ekonomi dan ekonomi premium adalah:

  • SGD 1 untuk penerbangan ke Asia Tenggara
  • SGD 2,80 untuk Asia Timur, Asia Selatan, Australia, dan Papua Nugini
  • SGD 6,40 untuk Afrika, sebagian Asia, Eropa, Timur Tengah, Pasifik, dan Selandia Baru
  • SGD 10,40 untuk penerbangan ke Amerika

Sementara itu, penumpang kelas bisnis dan first class akan dikenakan pungutan empat kali lipat dari tarif tersebut.

Dana hasil pungutan tersebut akan digunakan untuk membeli SAF sebagai bagian dari target Singapura meningkatkan adopsi SAF hingga 3–5 persen pada tahun 2030.

Kebijakan ini menegaskan posisi Singapura sebagai negara pelopor penerapan kebijakan energi ramah lingkungan di sektor penerbangan, sementara Indonesia masih perlu menyiapkan fondasi regulasi dan edukasi agar tidak menekan daya beli masyarakat. (***)

Dunia Sudah Canggih! Kreatiflah Sedikit...